Tanya:
Selama ini kami melaksanakan ekspor barang dengan jaminan pembayaran berupa L/C, baik sightmaupun usance (pembayaran yang berjangka).
Adapun jangka waktu tenggang untuk pembayaran yang berjangka itu berkisar kurang lebih 180 hari setelah tanggal pengapalan barang atau tanggal B/L, dan selama ini tagihan ekspor atas dasarusance L/C itu biasanya kami diskonto-kan melalui bank kami, yaitu salah satu bank devisa di Jakarta.
Dalam pelaksanaannya, diskonto itu dilakukan oleh bank kami berdasarkan “akseptasi” (dengan tanda kutip) dari pihak issuing bank di luar negeri. Beberapa waktu belakangan ini kami menerima L/C yang mencantumkan cara pembayarannya dengan istilah ‘deferred payment’ dengan jangka waktu 180 hari setelah tanggal pengapalan.
Selama ini kami melaksanakan ekspor barang dengan jaminan pembayaran berupa L/C, baik sightmaupun usance (pembayaran yang berjangka).
Adapun jangka waktu tenggang untuk pembayaran yang berjangka itu berkisar kurang lebih 180 hari setelah tanggal pengapalan barang atau tanggal B/L, dan selama ini tagihan ekspor atas dasarusance L/C itu biasanya kami diskonto-kan melalui bank kami, yaitu salah satu bank devisa di Jakarta.
Dalam pelaksanaannya, diskonto itu dilakukan oleh bank kami berdasarkan “akseptasi” (dengan tanda kutip) dari pihak issuing bank di luar negeri. Beberapa waktu belakangan ini kami menerima L/C yang mencantumkan cara pembayarannya dengan istilah ‘deferred payment’ dengan jangka waktu 180 hari setelah tanggal pengapalan.
Kemudian L/C itu ternyata tidak mensyaratkan adanya wesel (draft) sebagaimana biasanya L/C lainnya. Karena ini untuk pertama kalinya bagi kami menerima L/C dengan persyaratan demikian, maka kiranya dapat dijelaskan segala sesuatunya menyangkut L/C dengan syarat deferred payment ini, termasuk untung dan ruginya bagi kami sebagai eksportir.
M. Syafrie H., Jakarta
Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan anda, pertama-tama dijelaskan dahulu mengenai cara pembayaran dengan L/C berikut berbagai variasinya. Bila dilihat dari waktu pembayaran yang dihadapkan dengan waktu pengiriman barang, maka ‘terms of payment’ dari L/C dapat digolongkan dalam 3 klasifikasi, yaitu pembayaran yang dilaksanakan:
1. Di muka (pembayaran
dilakukan sebelum pengiriman barang)
2. Tunai (pembayaran dilakukan saat pengiriman barang)
3. Berjangka (pembayaran dilakukan setelah pengiriman barang)
Untuk klasifikasi pada butir 1 contohnya adalah ‘red clause L/C’ yaitu beneficiary (eksportir/ seller) dapat menerima pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum pengiriman barang.
Untuk klasifikasi pada butir 2 contohnya adalah ‘sight L/C’ yang pembayarannya dilaksanakan segera atas pengunjukan dokumen pengapalan yang sesuai dengan syarat L/C.
Terakhir pada butir 3 adalah ‘usance L/C’ yang pembayaran atas L/C tersebut dilaksanakan pada suatu jangka waktu tertentu setelah pengiriman barang, biasanya perhitungannya setelah tanggal pengapalan (yang diindikasikan oleh tanggal ‘on board’ pada B/L).
Adapun bentuk usance L/C ini antara lain adalah L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ atau ‘by deferred payment’, bahkan ada juga yang ‘by negotiation’ (walaupun sebenarnya bentuk ini diperuntukkan untuk sight L/C). Jadi jelaslah bahwa baik L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’maupun ‘by deferred payment’ keduanya adalah usance L/C atau L/C yang pembayarannya berjangka.
Sedangkan perbedaan yang paling prinsip antara kedua jenis settlement L/C ini adalah bahwa pada L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ akan ada AKSEPTASI yang dilakukan terhadap wesel (draft) yang ditarik oleh beneficiary. Sementara pada L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ tidak ada akseptasi dan oleh karenanya tidak ada wesel (draft) yang akan dimintakan oleh L/C.
Sehingga, dalam L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ ini, setelah dokumen diterima olehissuing bank dan memenuhi persyaratan L/C, issuing bank akan memberitahukan bahwa pembayaran akan dilaksanakan pada saat yang telah ditetapkan dalam L/C, misalnya 180 hari setelah tanggal B/L.
Dalam praktik, pemberitahuan tersebut sering dianggap sebagai suatu ‘akseptasi’, walaupun sebenarnya hal itu bukan merupakan akseptasi. L/C deferred payment timbul dan mulai dipergunakan oleh bank di beberapa negara Eropa Barat pada akhir 1960-an dengan alasan menghindari biaya materai pada proses akseptasi yang cukup mahal.
Berdasarkan itu, International Chamber of Commerce (ICC) pada Uniform Custom Practice for Documentary Credit publikasi no. 400 (UCPDC 400) mulai menambahkan jenis settlement L/C yang semula hanya tiga yaitu ‘by payment’, ‘by acceptance’, dan ‘by negotiation’ menjadi empat dengan tambahan ‘by deferred payment’.
Dari berbagai kasus yang terjadi, memang dengan tidak adanya akseptasi pada L/C by deferredpayment ternyata menempatkan beneficiary (seller/ eksportir) pada posisi yang tidak sekuat pada L/C by acceptance, sehingga bila diperbolehkan untuk memilih, maka disarankan anda sebagai beneficiary menggunakan L/C by acceptance.
Demikian jawaban saya semoga memuaskan.
Diasuh oleh Saul Daniel Rumeser, Pengamat Ekspor-Impor.
Sumber: Bisnis Indonesia, 11 Januari 2004
2. Tunai (pembayaran dilakukan saat pengiriman barang)
3. Berjangka (pembayaran dilakukan setelah pengiriman barang)
Untuk klasifikasi pada butir 1 contohnya adalah ‘red clause L/C’ yaitu beneficiary (eksportir/ seller) dapat menerima pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum pengiriman barang.
Untuk klasifikasi pada butir 2 contohnya adalah ‘sight L/C’ yang pembayarannya dilaksanakan segera atas pengunjukan dokumen pengapalan yang sesuai dengan syarat L/C.
Terakhir pada butir 3 adalah ‘usance L/C’ yang pembayaran atas L/C tersebut dilaksanakan pada suatu jangka waktu tertentu setelah pengiriman barang, biasanya perhitungannya setelah tanggal pengapalan (yang diindikasikan oleh tanggal ‘on board’ pada B/L).
Adapun bentuk usance L/C ini antara lain adalah L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ atau ‘by deferred payment’, bahkan ada juga yang ‘by negotiation’ (walaupun sebenarnya bentuk ini diperuntukkan untuk sight L/C). Jadi jelaslah bahwa baik L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’maupun ‘by deferred payment’ keduanya adalah usance L/C atau L/C yang pembayarannya berjangka.
Sedangkan perbedaan yang paling prinsip antara kedua jenis settlement L/C ini adalah bahwa pada L/C yang settlement-nya ‘by acceptance’ akan ada AKSEPTASI yang dilakukan terhadap wesel (draft) yang ditarik oleh beneficiary. Sementara pada L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ tidak ada akseptasi dan oleh karenanya tidak ada wesel (draft) yang akan dimintakan oleh L/C.
Sehingga, dalam L/C yang settlement-nya ‘by deferred payment’ ini, setelah dokumen diterima olehissuing bank dan memenuhi persyaratan L/C, issuing bank akan memberitahukan bahwa pembayaran akan dilaksanakan pada saat yang telah ditetapkan dalam L/C, misalnya 180 hari setelah tanggal B/L.
Dalam praktik, pemberitahuan tersebut sering dianggap sebagai suatu ‘akseptasi’, walaupun sebenarnya hal itu bukan merupakan akseptasi. L/C deferred payment timbul dan mulai dipergunakan oleh bank di beberapa negara Eropa Barat pada akhir 1960-an dengan alasan menghindari biaya materai pada proses akseptasi yang cukup mahal.
Berdasarkan itu, International Chamber of Commerce (ICC) pada Uniform Custom Practice for Documentary Credit publikasi no. 400 (UCPDC 400) mulai menambahkan jenis settlement L/C yang semula hanya tiga yaitu ‘by payment’, ‘by acceptance’, dan ‘by negotiation’ menjadi empat dengan tambahan ‘by deferred payment’.
Dari berbagai kasus yang terjadi, memang dengan tidak adanya akseptasi pada L/C by deferredpayment ternyata menempatkan beneficiary (seller/ eksportir) pada posisi yang tidak sekuat pada L/C by acceptance, sehingga bila diperbolehkan untuk memilih, maka disarankan anda sebagai beneficiary menggunakan L/C by acceptance.
Demikian jawaban saya semoga memuaskan.
Diasuh oleh Saul Daniel Rumeser, Pengamat Ekspor-Impor.
Sumber: Bisnis Indonesia, 11 Januari 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar