BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam
proses kegiatan perkuliahan dibutuhkan keaktifan dalam suatu pembelajaran yang
menunjang kecerdasan mahasiswa, untuk keperluan itu dosen pembimbing mata
kuliah Civic Education yaitu Drs. H. M. Izzat Abidy, M. Ag mengadakan kegiatan simulasi dengan judul diantaranya
“Hubungan
Civic dan Citizenship, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Sistem
Pemerintahan Presidensil dan Parlementer, HAM dan Konstitusi UUD” untuk pembelajaran mahasiswa
semester 1 jurusan
muamalah, diharapkan kegiatan tersebut menjadi wadah baru bagi mahasiswa untuk
mengembangkan intelektualnya dalam mengeluarkan pendapat-pendapat mereka yang
bersumber dari referensi-referensi yang telah mereka baca.
Tema Kegiatan
Simulasi dan studi kasus ini dilaksanakan dengan tema “Hubungan Civic dan Citizenship
dengan pembahasan masalah Naturalisasi Cristian Gonzales”.
Tema inilah yang diangkat oleh mahasiswa jurusan muamalah dari kelompok 1, yang menjadi bahan
dasar pembelajaran tentang arti dan
dasar hukum dari “Civic dan Citizenship”.
Tujuan
dari pada kegiatan simulasi dan studi kasus ini adalah untuk mengasah dan
meningkatkan kecerdasan, keaktifan serta kreatifitas
para mahasiswa terutama di kelas. Selain itu juga menambah wawasan dan ilmu
penegtahuan baru bagi mereka,
sehingga mereka dapat memahami isi yang
termasuk dalam silabi mata kuliah Civic Education.
Sasaran kegiatan
Sasaran
kegiatan Simulasi dan studi kasus ini adalah semua mahasiswa semester 1 jurusan muamalah (B) dan juga dosen
pembimbing mata kuliah Civic Education.
Waktu dan tempat
Kegiatan
simulasi dan studi kasus ini dilaksanakan pada :
Hari
/ Tanggal : Senin, 29 November 2010
Waktu
/ Pukul : 12.40-14.20 WIB
Tempat :
Ruang 10 gedung B fakultas syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya
Berita Acara
Susunan pelaksanaan acara kegiatan Simulasi ini adalah sebagai
berikut:
1.
Pukul
(13.20-13.40) : Pembukaan kegiatan
simulasi yang
disampaikan oleh moderator dan awal pembahasan materi
oleh Anik Mulyana.
2. Puku (13.40-14.10) : Pembahasan materi sekaligus bedah
kasus oleh semua anggota
kelompok 1 sebagai pemakalah atau narasumber.
3. pukul (14.10-14.20) : Perolehan hasil
kesimpulan materi simulasi dan sekaligus
penutupan kegiatan simulasi oleh
M. Kanzul Fikri Aminuddin.
BAB
II
HASIL
SIMULASI
1. Hubungan Civic dan Citizenship
Civic
merupakan suatu lembaga atau bisa
disebut organisasi yang terdiri dari beberapa anggota dengan syarat-syarat
tertentu yang mempunyai kewajiban untuk melindungi, mengayomi dan
mensejahterakan para anggotanya. Biasanya berbentuk suatu pemerintahan.
Sedangkan Citizenship merupakan warga suatu negara yang mempunyai syarat
sebagai anggota negara yang mempunyai Hak dan Kewajiban terhadap suatu
pemerintahan Negaranya. Untuk lebih jelasnya lebih lanjut mengenai hubungan Civic
dan Citizenship.
A.
Rakyat Negara
Rakyat sesuatu negara meliputi semua
orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan negara dan tunduk pada
kekuasaan negara itu. Adapun orang yang berada diwilayah sesuatu negara dapat
dibagi atas penduduk dan bukan penduduk.
Penduduk
dapat dibagi atas:
1. penduduk warga negara, dengan singkat
disebut warga negara.
2. penduduk bukan warga negara yang disebut
orang asing.
Tiap negara biasanya menentukan dalam
undang-undang kewarganegaaan siapa yang menjadi warganegara dan siapa yang
dianggap orang asing. Di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam UU No. 62
tahun 1958.
Dalam
UUD 1945 pasal 26 dinyatakan:
1. Yang menjadi warganegara ialah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan UU
sebagai waganegara.
2.
Syarat-syarat
mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan UU.
B.
Asas Kewarganegaraan
Asas keturunan atau ius sanguinis adalah
menetapkan kewarganegaraan seorang menurut pertalian atau keturunan dari orang
yang bersangkutan, sedangkan asas iusoli adalah menetapkan kewarganegaraan
seseorang menurut daerah atau negara tempat ia dilahirkan.
Dalam menentukan kewarganegaraan
dipergunakan dua stelsel kewarganegaraan. Yaitu stelsel aktif, yaitu orang
harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi
warga negara, dan stelsel pasif yaitu orang dengan sendirinya dianggap menjadi
warganegara tanpa melakukan suatu tindakan hukum tertentu. Karena dua hal
tersebut maka berhubungan dengan hak opsi, yaitu suatu hak untuk memilih suatu
kewarganegaraan, dan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu
kewarganegaraan.
C.
Dwi Kewarganegaraan
Dalam menentukan kewarganegaraannya
beberapa negara memakai asas ius soli, sedang di negara lain berlaku asas ius
sanguinis. Hal demikian itu menimbulkan dua kemungkinan, yaitu :
1. Apatride, yaitu adanya seorang penduduk
yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan.
2. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk
yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (Dwi kewarganegaraan).
D.
Perkawinan campuran
Yang dimaksud dengan perkawinan campuran
ialah perkawinan antara orang-orang yang pada umumnya tidak tunduk kepada hukum
yang sama.
Dalam perundang-undangan di Indonesia,
perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, pasal 57 : “yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam
Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia”.
Selama hampir setengah abad pengaturan
kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan
warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring
berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan
para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan
anak.
Untuk
perempuan WNI yang menikah dengan pria asing berkenaan dengan perkawinan
campuran internasional. Perempuan WNI yang menikah ini dapat kehilangan
kewarganegaraan RI-nya. Untuk itu haruslah diberikan suatu pernyataan
keterangan yang khusus, tapi pernyataan keterangan tersebut tidak boleh
dilakukan oleh semua perempuan WNI yang menikah dengan pria asing. Karena yang
akan memperoleh kewarganegaraan sang suami asing sajalah yang dapat memberikan
pernyataan keterangan melepaskan kewarganegaraan RI itu.
E.
Naturalisasi
Peraturan naturalisasi disebabkan adanya
surat edaran menteri kehakiman No. JB/DTA/11/12 tanggal 2 Januari 1978.
Persyaratan
Naturalisasi diatur menurut UU No. 3 tahun 1946 pasal 5 dan pasal 6. Sedangkan
cara pewarganegaraan (naturalisai) yaitu diatur oleh UU No. 62 Tahun 1958.
Kemudian diamandemen oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2006,
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 dan PERMENKUMHAM No. M.01-HL.03.01 Tahun
2006. Dalam pasal 10 UU No. 12 tahun 2006 dinyatakan :
1. Permohonan pewarganegaraan diajukan di
Indonesia oleh pemohon
secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup
kepada Presiden melalui Menteri.
2. Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat.
Yang jelasnya adalah sebagia berikut : Bahwa
mereka orang-orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2006 dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden
melalui Menteri jika memenuhi persyaratan :
1. Telah berusia 18 (delapan belas) tahun
atau sudah kawin.
2. Pada
waktu mengajukan permohonan
sudah bertempat tinggal
di wilayah Negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun
berturut-turut atau paling
singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Dapat
berbahasa Indonesia serta
mengakui Dasar Negara
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
5. Tidak
pernah dijatuhi pidana
karena melakukan tindak
pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu)
tahun atau lebih.
6. Jika
dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik
Indonesia, tidak menjadi
kewarganegaraan ganda.
7. Mempunyai pekerjaan tetap, dan
8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas
Negara.
Permohonan diajukan di Indonesia oleh
pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia diatas kertas bermeterai cukup
dan sekurang-kurangnya memuat.
1. Nama lengkap.
2. Tempat dan tanggal lahir.
3. Jenis kelamin.
4. Status perkawinan.
5. Alamat tempat tinggal.
6. Pekerjaan, dan
7. Kewarganegaraan asal.
Permohonan
harus dilengkapi dengan :
1. Foto
copy kutipan akte kelahiran atau surat
yang membuktikan kelahiran pemohon yang disahkan oleh pejabat (yang dimaksud
dengan disahkan oleh pejabat adalah pejabat mencocokkan foto copy kutipan akte
atau surat-surat keterangan dengan aslinya).
2. Foto
copy akte perkawinan/buku nikah,
kutipan akte perceraian/surat talak/perceraian, atau kutipan akte kematian
istri/suami pemohon bagi
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang disahkan oleh Pejabat.
3. Surat keterangan
keimigrasian yang dikeluarkan
oleh kantor imigrasi yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon yang menyatakan bahwa pemohon telah
bertempat tinggal di wilayah Negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau
paling singkat 10 (sepuluh) Tahun tidak berturut-turut..
4. Foto
copy kartu izin tinggal tetap yang disahkan oleh pejabat.
5. Surat
keterangan sehat jasmani dan rohani dari rumah sakit.
6. Surat
pernyataan pemohon dapat berbahasa Indonesia.
7. Surat
pernyataan pemohon mengakui Dasar Negara Pancasila dan UUD tahun 1945.
8. Surat
keterangan catatan kepolisian yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pemohon.
9. Surat
keterangan dari perwakilan
negara pemohon bahwa dengan memperoleh kewarganegaraan RI tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda.
10.Surat keterangan dari camat yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon bahwa pemohon memiliki
pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap.
11.Bukti pembayaran uang Pewarganegaraan
dan biaya permohonan ke Kas Negara, dan
12.Pasfoto pemohon terbaru berwarna
ukuran 4 x 6 sentimeter sebanyak 6 (enam) lembar.
13.Permohonan beserta lampirannya disampaikan kepada
Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
Dalam hal permohonan tidak memenuhi
persyaratan substantif, pejabat mengembalikannya kepada pemohon dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksanaan substantif
selesai dilakukan, dan dalam hal dinyatakan memenuhi persyaratan substantif
pejabat meneruskan permohonan kepada menteri dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan substantif selesai. Menteri melakukan
pemeriksaan substantif dan meneruskan permohonan disertai dengan pertimbangan
kepada Presiden dalam waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung
sejak tanggal permohonan diterima dari pejabat. Presiden mengabulkan atau menolak
permohonan dalam waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak
tanggal permohonan diterima dari menteri.
Dalam hal permohonan dikabulkan Presiden,
Presiden menetapkan Keputusan Presiden dan memberitahukan secara tertulis
kepada pemohon dengan tembusan kepada pejabat dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Presiden ditetapkan,
sedangkan dalam hal permohonan ditolak Presiden, Presiden memberitahukan kepada
Menteri. Penolakan disertai dengan alasan diberitahukan secara tertulis oleh
Menteri kepada pemohon dengan tembusan kepada pejabat dalam waktu paling lambat
3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh menteri.
Pemohon yang dikabulkan permohonannya
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia dalam waktu paling lambat 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan petikan Keputusan Presiden
dikirim kepada pemohon yang diatur dalam PERMENKUMHAM No. M.02-HL.05.06 Tahun
2006.
Sedangkan hilangnya Kewarganegaraan
Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 dalam pasal 31
diantaranya :
1. Warga Negara Indonesia dengan sendirinya
kehilangan kewarganegaraannya karena :
a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas
kemauannya sendiri.
b. Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan
lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu.
c. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa
izin terlebih dahulu dari Presiden.
d. Secara sukarela masuk dalam dinas negara
asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara
Indonesia.
e. Secara sukarela mengatakan sumpah atau
menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing
tersebut.
f. Tidak diwajibkan tapi turut serta dalam
pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.
g. Mempunyai paspor atau surat yang
bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya.
h. Bertempat tinggal diluar wilayah negara
republik Indonesia selama 5 (lima tahun berturut-turut) bukan dalam rangaka
dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5
(lima) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga Negara
Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara
tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
2. Warga Negara Indonesia dinyatakan hilang
kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan
sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan
dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan
Cristian Gonzales
Cristian
Gonzales atau biasa disebut El Loco, adalah seorang pemain sepak bola yang
merumput di Indonesia yang mempunyai kewarganegaraan Uruguay. Dia menikah
dengan Eva Siregar pada tahun 1995 yang notabene mempunyai kewarganegaraan
Indonesia, oleh sebab itu mempengaruhi status kewarganegaraan istrinya. Status
kewarganegaraan secara yuridis diatur oleh peraturan perundang-undangan
nasional. Tetapi dengan tidak adanya uniformiteit dalam menentukan
persyaratan untuk diakui sebagai warga negara dari berbagai akibat dari
perbedaan dasar yang dipakai dalam kewarganegaraan maka timbul berbagai macam
permasalahan kewarganegaraan. (Titik Triwulan Tutik, Op.cit, Halaman 234).
Dalam
UU No. 3 Tahun 1946 Eva seharusnya mengikuti kewarganegaraan suaminya yang
notabene mempunyai kewarganegaraan Uruguay. Namun, negara Indonesia mempunyai
UU No. 49 tahun 1999 hasil amandemen yang melindunginya, sehingga Eva tidak
mengikuti kewarganegaraan suaminya. Dengan syarat wajib lapor tiap 1 tahun
sekali atau maksimal 2 tahun sekali, agar kewarganegaraannya tidak hilang.
Sedang posisi kewarganegaraan Cristian
Gonzales yang pada awalnya berkewarganegaraan Uruguay dalam kelanjutannya
menginginkan merubah kewarganegaraanya menjadi kewarganegaraan Indonesia,
dikarenakan orang-orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006 dapat mengajukan permohonan pewarganegaraan kepada Presiden
melalui Menteri jika memenuhi persyaratan.
Berdasarkan surat edaran menteri
kehakiman No. JB/DTA/11/12 tanggal 2 Januari 1978 tentang ketentuan
penaturalisasian seseorang warga negara asing yang ingin menjadi warga negara
Indonesia.
Adapun
persyaratan Naturalisasi diatur menurut UU No. 3 tahun 1946 pasal 5 dan pasal
6. Sedangkan cara pewarganegaraan (naturalisai) yaitu diatur oleh UU No. 62
Tahun 1958. Kemudian diamandemen oleh Undang-undang Republik Indonesia No. 12
Tahun 2006, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 dan PERMENKUMHAM No.
M.01-HL.03.01 Tahun 2006.
Sehingga
sekarang C.Gonzales mendapatkan kewarganegaraan Indonesia karna telah memenuhi
syarat dan cara penaturalisasian yang diatur oleh pemerintah Indonesia.
Dari hasil perkawinannya tersebut,
mereka dianugrahi 4 orang anak yang salah satunya perempuan. Sehingga, untuk
sementara ini sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1969, 4 anak tersebut masih
mengikuti kewarganegaraan Orang tuanya dan bagi warga negara Indonesia
berdasarkan UU No. 2 Tahun 1958.
Namun dikhawatirkan akan terjadinya
apratide atau bipatride berdasarkan UU No. 3 Tahun 1976. Oleh karena Beberapa
kali UU di Indonesia mengalami beberapa amandemen, sehingga dalam UU No. 23
Tahun 2002 posisi seorang anak bebas untuk memilih kewarganegaraannya ketika di
sudah mencapai usia 18 tahun.
Selanjutnya, mari kita lihat beberapa
pasal dalam deklarasi PBB tentang hak asasi manusia yang telah diadopsi juga
oleh Indonesia melalui UU No. 39 Tahun 1999 yang niscaya sangat membantu bagi
kondisi perkawinan antar bangsa, bila saja pasal tersebut dapat direalisasikan
secara nyata.
1. Pasal 1, setiap orang dilahirkan sebagai
manusia bebas dan mempunyai hak dan harga diri yang setara.
2. Pasal 16, laki-laki dan perempuan dewasa
tanpa batasan ras, kewarganegaraan atau agama berhak untuk menikah dan
membentuk keluarga. Mereka berhak untuk memperoleh persamaan hak seperti saat
menikah, selama pernikahan atau bila perkawinan terputus. Perkawinan bisa
terjadi hanya bila dilakukan oleh sepasang manusia yang sadar dan bebas.
Keluarga adalah kelompok alamiah dan fundamental di tatanan sosial dan berhak
atas perlindungan dari lingkungan sosialnya dan negara.
3. Pasal 23, setiap orang berhak untuk
bekerja, untuk bebas menentukan pekerjaan dstnya. Setiap orang tanpa
diskriminasi berhak memperoleh upah yang sama untuk hasil kerja yang sama.
2. Tanggapan Tentang Simulasi Terhadap Kelompok
Lain
A.
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Dari
materi yang telah diterangkan oleh kelompok ini tentang, kami dapat menanggapi
bahwa
B.
Sistem Pemerintahan Presidensil dan Sistem
Pemerintahan Parlementer
Dari materi yang telah diterangkan oleh
kelompok ini tentang Sistem Pemerintahan Presidensil Negara Liberia dan Sistem
Pemerintahan Parlementer Thailand, kami dapat menanggapinya dengan uraian di
bawah ini :
1. Sistem Pemerintahan Presidensil diatur
oleh Presiden dan Sistem Pemerintahan Parlementer diatur oleh Perdana Menteri, sehingga dalam sistem
kedua pemerintahan tersebut mempunyai perbedaan, diantaranya :
a. Sistem Pemerintahan Presidensil dalam kekuasaannya,
terdapat trias Politika yang dibentuk oleh montesque, yakni badan eksekutif,
badan legislatif dan badan yudikatif. Sedangkan Dalam Pemerintahan Parlementer
kekuasaannya terletak pada parlemen.
b. Presiden adalah Kepala Pemerintahan
Presidensil, sedangkan Perdana Mentri adalah Kepala Pemerintahan Parlementer.
Konstitusi UUD 1945 dan
HAM
BAB
III
DOKUMENTASI
A. Dokmentasi simulasi pembelajaran civic
DI isi foto
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Civic dan Citizenship terdapat hubungan
yang sangat vital, sehingga diantara keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Dimana suatu lembaga jika tidak mempunyai anggota, maka lembaga tersebut
tidak akan terbentuk. Begitu juga sebaliknya.
UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai
pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga
menganalogikan sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan
ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU
Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh
para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi
masalah.
Di era globalisasi seperti sekarang ini,
jarak fisik bukan lagi menjadi halangan untuk berinteraksi, bahkan hingga
melewati batas-batas negara. Hal ini tergambar jelas antara lain dengan semakin
meningkatnya kecenderungan perkawinan antar bangsa yang terjadi di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia. Banyak negara yang menyikapi hal ini dengan
positif dan mengaplikasikannya ke dalam undang-undang/hukum yang akomodatif
terhadap gejala ini, walaupun ada pula yang pasif, namun bisa dibilang hanya
sedikit negara yang mengabaikan gejala ini. Bahkan Indonesia dalam UU No. 62
Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan telah “mengantisipasi” adanya kemungkinan
perkawinan campuran antar bangsa ini.
Beberapa aturan yang telah ditetapkan
oleh berbagai negara adalah bertujuan baik, bertujuan untuk menjaga setiap
warga negaranya dalam pelindungan dan pemenuhan hak sebagai warga negara.
Diterangkan dalam pasal 8 UU No.62 Tahun
1958, seorang perempuan warga Negara Indonesia yang menikah dengan seorang
warga negara asing dapat kehilangan kewarganegaraannya apabila dalam jangka
waktu 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk
itu, kecuali apabila ia dengan kehilangan kewarganegaraannya itu menjadi tanpa kewarganegaraan (stetless). Ini salah satu saja contoh bias gender.
Beberapa masalah lain yang umum dihadapi adalah:
1. Perempuan WNI yang menikah dengan WNA
tidak dapat memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada suaminya bahkan juga
tidak kepada anak-anak yang dilahirkannya.
2. Perempuan WNI tidak dapat mensponsori
suaminya untuk tinggal di Indonesia. Suami harus memperoleh sponsor dari
perusahaan di mana ia dipekerjakan.
3. Bila anak sudah dianggap dewasa Ibu WNI
tidak dapat mensponsori anak-anak tersebut untuk tinggal di Indonesia.
4. Perempuan WNI dapat mensponsori
anak-anaknya yang WNA yang masih di bawah umur dengan kekecualian bahwa Bapak
anak-anak tersebut tidak tinggal di Indonesia atau tidak mempunyai ITAS, atau
orangtua anak-anak tersebut telah bercerai dan anak-anak ada dalam perwalian
Ibu.
5. Suami WNA yang kehilangan pekerjaannya
di Indonesia bila masih ingin hidup dalam satu rumah, maka perempuan WNI dan
anak-anaknya harus angkat kaki dari bumi Indonesia dan “pulang” ke negara asal
suaminya.
6. Ibu/istri WNI jika meninggal tidak dapat
mewariskan harta berbentuk rumah/tanah yang dimilikinya kepada anak dan
suaminya yang berstatus WNA dan keluarga yang baru kehilangan Ibu/istri ini
harus rela menjual rumah mereka paling lambat setahun sejak kepergian
Ibu/Istri.
7. Bukan hanya perempuan WNI, perempuan WNA
yang menikah dengan laki-laki WNI juga hidup dalam dilema. Alasan mereka
tinggal di Indonesia adalah karena mengikuti suami, melahirkan anak-anak dan
membesarkan mereka sebagaimana Ibu-Ibu lain. Padahal, kebanyakan dari mereka di
negaranya mempunyai karir dan ingin tetap bekerja guna membantu ekonomi
keluarga tapi hal “sederhana” itu tidak bisa terlaksana di Indonesia.
Anak adalah subjek hukum yang belum
cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua
atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil
perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang
positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini
mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan
campuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar